Berita dan Kegiatan

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Khutbah Idul Adha 1446 H:
HAJI, QURBAN DAN KESALEHAN SOSIAL DALAM SEMANGAT UKHUWAH ISLAMIYAH

إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه، اللّٰهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَة، مَاشَاءَ اللَّهُ كَانَ، وَمَالَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ، لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللّٰهِ العَلِيِّ الْعَظِيْمِ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا الإِخْوَة أوْصُيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ : أَعُوذُ بِاللَّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، 
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
وَقَالَ الَنَّبِيُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللّٰهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ

Kaum Muslimin Jama’ah Idul Adha rahimakumullah.

Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah   atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya, yang telah mempertemukan kita kembali dengan hari yang agung, Yaumun Nahr, hari raya Idul Adha yang penuh berkah.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad  , beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikut beliau hingga akhir zaman.

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah,

Di tengah semarak takbir dan gema keikhlasan hari ini, mari kita tadabburi satu demi satu hikmah dari ritual-ritual agung dalam ibadah haji—sebuah perjalanan suci yang bukan sekadar fisik, tapi transformasi ruhani, pembentukan karakter, dan pengukuhan peran sebagai khalifah di muka bumi.

1. Ihram: Kesadaran Diri Sebagai Hamba Unggul

Ketika jamaah mengenakan pakaian ihram, sejatinya ia sedang menanggalkan status duniawinya. Tidak ada bedanya raja atau rakyat, pejabat atau rakyat jelata. Inilah simbol awal dari perjalanan transformasi diri. Pakaian ihram adalah deklarasi bahwa kita ini hamba Allah, dan sebagai hamba Allah—kita adalah pribadi yang unggul.

Maka, bagaimana mungkin seorang hamba Allah stress dalam menghadapi hidup? Bagaimana mungkin ia putus asa, tidak yakin dengan rezekinya, takut berbuat baik, namun justru tak takut melakukan dosa besar seperti korupsi?

Seorang hamba sejati akan yakin ketika hendak berbuat baik, dan akan takut ketika hendak berbuat dosa. Maka, pribadi haji adalah pribadi yang terbentuk dengan kepercayaan diri tinggi dalam kebaikan, dan penuh kehati-hatian agar tidak berbuat buruk. Jika ia menjadi orang tua, pemimpin, atau manajer—ia akan menjadi sosok yang sederhana, otentik, rendah hati, tulus, dan penuh syukur. Ia akan menghindari sikap sombong, angkuh, pamer, dan riya.

Berihram artinya selalu sadar hidup dan ridha ‘bersama’ Allah  , mengabdi dan menjalankan misi-Nya, berserah diri total dalam kehendakNya.

2. Tarwiyah: Latihan Ulul Albab dan Kepekaan Membaca Situasi

Tarwiyah adalah momentum berdzikir dan berpikir sekaligus secara mendalam di Mina. Di sinilah sifat-sifat ulul albab ditanam dan ditumbuhkembangkan—mereka yang mampu merenung, membaca keadaan, dan membuat keputusan benar. 

Dalam manajemen modern dikenal SWOT analysis dan environmental scanning—dan tarwiyah adalah bentuk spiritual dari itu semua. Ia melatih kita membaca dengan mata hati, bukan sekadar mata kepala. Ia membentuk diri pribadi menjadi kompeten dalam membaca kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman, dan mengambil tindakan dengan penuh hikmah. Tarwiyah adalah melatih untuk terus mengasah ketajaman batin, dengan ilmu pengetahuan (science) dan petunjuk Allah   melalui Al Qur’an.

3. Wukuf: Momentum Taubat dan Pengangkatan Menjadi Khalifah

Wukuf di Arafah adalah puncak haji. Di sinilah Nabi Adam ‘alaihissalam bertobat dan doanya diterima. Tapi sesungguhnya, ini bukan sekadar tempat taubat—ini adalah momen serah terima jabatan dari Allah.

Setelah taubat diterima, Nabi Adam ‘alaihissalam diangkat menjadi Khalifah. Begitu juga jamaah haji. Ia datang membawa dosa, lalu bertaubat, dan kemudian menerima amanah sebagai khalifahNya. Maka saat ia pulang, ia memikul Amanah dari Allah sebagai agen perubahan; ia tidak boleh lagi diam ketika melihat kemiskinan, kezaliman, atau kemungkaran. Sebagai Khalifah Allah, yang jiwanya harus bergetar karena merasa memikul tanggung jawab besar di dunia, maka ia harus berdiri tegak, memiliki keberanian mengambil peran dan tanggung jawab; mengambil inisiatif dan kreatif; terampil membuat perencanaan yang terarah dan terukur. Ia harus berani untuk memimpin dan memulai perbaikan dan pembaruan. Para jamaah Haji, setelah pulang nanti selalu berjuang untuk membawa rahmat bagi sesama, dan menciptakan kedamaian bagi semua.

4. Mabit: Detoks Jiwa dari Parasite dan Penyakit Moral

Mabit di Muzdalifah dan Mina bukan sekadar bermalam. Ia adalah proses menata ulang jiwa. Seperti dalam manajemen modern: scanning terhadap toxic dalam diri dan membersihkannya.
Berapa banyak penyakit yang ada dalam diri kita: seperti malas, tidak disiplin, menunda-nunda, iri, dengki, materialistik, glamour dan berbangga-bangga. Semua itu adalah parasit jiwa. Bila seorang pemimpin membawa parasit ini, maka kekuasaan akan berubah menjadi momok yang menghancurkan. Maka mabit adalah proses menyapu bersih penyakit hati, membersihkan akar-akar busuk yang menjadi musuh keimanan.

Mabit di Muzdalifah adalah mengidentifikasi, memilah dan memilih, antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, yang otentik dan yang palsu. Hal ini agar jelas, bahwa yang fujur itu harus dibersihkan, dan yang taqwa itu harus diperkuatkan.

Dalam kehidupan sehari-hari, detoks jiwa perlu terus dilakukan dengan cara muhasabah diri dan istighfar atas kesalahan, kekeliruan, ketidakcermatan, kegagalan, dan atas semua kelemahan dan sifat-sifat buruk, yang menggelayuti relung jiwa kita, untuk kemudian dibuang dengan melontar jumrah.

5. Melontar Jumrah: Transformasi Diri dan Tazkiyatun Nafs

Melontar jumrah bukan hanya melempar batu ke tiang. Ia adalah simbol transformasi. Segala hawa nafsu yang berpotensi menjadi malapetaka dan sifat-sifat buruk dalam diri, dilemparkan ke tiang Jamarat. Itulah tazkiyatun nafs—penyucian jiwa. Di satu sisi, kita buang sifat kikir, zalim, egois; di sisi lain kita kuatkan sifat jujur, dermawan, sabar, dan berani. Inilah inti dari manajemen diri: transformasi ke arah yang lebih baik dan lebih bersih.

Lontar jumrah di tanah air saat ini, juga bermakna amar makruf nahy munkar. Amar makruf dengan mewujudkan semua sifat baik dan kebaikan pada diri dan masyarakat, sedangkan nahy munkar diwujudkan dengan mencegah dan menghilangkan keburukan yang ada pada diri sendiri dan masyarakat.

6. Tawaf Ifadah: Integritas, Keteguhan, dan Cinta Ilahi

Saat jamaah bertawaf, ia mengelilingi Baitullah yang fondasinya ditinggikan oleh Nabi Ibrahim عَلَیهِ‌ السَّلام dan Nabi Ismail عَلَیهِ‌ السَّلام ia menyatu dengan sejarah para nabi. Ia melakonkan diri laksana Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, bertawaf untuk melatih dan menumbuhkan perasaan mahabbah ilallah, cinta kepada Allah.

Dengan cinta kepada Allah, kita menjadi insan yang tak tergoda untuk menggadaikan integritas kita, dengan jabatan, uang, atau syahwat kekuasaan. Kita akan teguh dan istiqamah. Kita akan tetap kokoh memegang kebenaran dan keadilan. Tidak ada yang kita cintai melebihi Allah. Maka jiwa seorang haji setelah thawaf adalah jiwa yang seperti berlian: kuat, berkilau; juga jiwa yang sabar, tidak putus asa, dan tak tergoyahkan, meskipun dalam kesulitan dan derita, ataupun dalam godaan keberlimpahan materi dan sanjungan. Hal ini karena ia telah beriringan berjalan bersama malaikat, para nabi, dan arwah orang-orang salih.

Tawaf mengajarkan kita untuk setia dan loyal kepada Allah  , sebagai bekal kita berjuang membangun masyarakat, bangsa dan peradaban dunia. 

7. Sa’i: Aksi Nyata dan Kesalehan Sosial

Sa’i antara Shafa dan Marwah adalah simbol perjuangan. Hajar berlari bukan untuk dirinya, tapi untuk anaknya, untuk orang lain.

Itulah makna kesalehan sejati—bukan diam di sajadah, tapi berlari untuk menolong sesama. Sa’i adalah ajaran tentang tanggungjawab sosial. Kita tidak menunggu jabatan untuk berbuat baik. Dan jabatan adalah sarana untuk beramal, bukan tujuan.

Sa’i mengajarkan kita untuk terus bergerak, memperbaiki diri dan masyarakat, tanpa lelah. Ia adalah lambang continuous improvement. Kesalehan bukan teori, tapi aksi nyata.

8. Ziarah Makkah dan Madinah

Jamaah Haji saat berziarah ke Tanah Suci Makkah dan Madinah, bukan sekedar melihat dan berfoto, tetapi utamanya adalah mengambil hikmah dan semangat perjuangan Nabi Muhammad   dan para Sahabat untuk meneruskan perjuangan mereka, sekembalinya nanti di Tanah Air. Itulah perjuangan panjang kelak, untuk mewujudkan mabrur dalam kehidupan bermasyarakat, sepanjang hayat di kandung badan.

Kaum Muslimin Jama’ah Idul Adha rahimakumullah.

Inilah pesan-pesan suci dari ritual haji. Sebuah proses pembentukan jiwa menjadi hamba Allah yang unggul, pemimpin yang adil, dan pribadi yang siap menyebar rahmat di muka bumi.

Mari kita bawa semangat ini dalam kehidupan kita setelah Idul Adha. Mari menjadi agen perubahan di tengah keluarga, masyarakat, dan bangsa—karena sesungguhnya, setiap kita adalah Khalifah Allah di bumi ini.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ
Kaum Muslimin Jama’ah Idul Adha rahimakumullah.

Pada hari ini juga, kita memperingati satu peristiwa besar yang menjadi tonggak sejarah penghambaan dan kepatuhan kepada Allah  : Pengorbanan Nabi Ibrahim عَلَیهِ‌ السَّلام dan Nabi Ismail عَلَیهِ‌ السَّلام. Peristiwa ini bukan sekadar kisah, melainkan manifestasi nyata dari nilai-nilai keimanan, ketakwaan, dan pengorbanan yang luhur.

Allah   berfirman:
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ [الصافات [37] : 103]  
 “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan Ismail atas pelipisnya.” (QS. As-Saffat [37]: 103)

Betapa luar biasa ketundukan dan ketaatan dua hamba Allah ini. Nabi Ibrahimعَلَیهِ‌ السَّلام diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri, Ismail, dan keduanya patuh tanpa ragu. Namun, pada akhirnya Allah   menggantikan penyembelihan itu dengan seekor hewan, sebagai balasan atas keikhlasan dan ketakwaan mereka.

﴿ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ ﴾ [الصافات [37]: 107]  
 "Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar." (QS. As-Saffat [37]: 107)
Kaum Muslimin Jama’ah Idul Adha rahimakumullah.

Dari kisah ini, kita belajar tentang makna kurban. Kurban bukan sekadar menyembelih hewan, tetapi mengandung pesan mendalam tentang ketundukan kepada Allah  , keikhlasan dalam beramal, dan pengorbanan untuk kepentingan yang lebih besar. Kurban adalah bentuk konkret dari kesalehan sosial. Ia bukan hanya ibadah individual, tapi berdampak langsung pada masyarakat.

Rasulullah   bersabda:
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ... (رواه الترمذي) 
"Tidak ada amalan anak Adam pada hari Nahr yang lebih dicintai Allah selain dari menyembelih hewan kurban..." (HR. Tirmidzi)

Kurban mengajarkan kita untuk berbagi, peduli, dan membangun solidaritas sosial. Daging kurban dibagikan kepada fakir miskin, tetangga, dan kerabat, sebagai bentuk kepedulian dan kasih sayang. Ini merupakan perwujudan dari ukhuwah islamiyah, persaudaraan yang dilandasi keimanan.

Tidak cukup hanya menyembelih hewan kurban, tapi mari kita juga sembelih sifat egois, kikir, dengki, dan fanatisme sempit. Allah   berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ [الحج[22]: 37]
"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaanmulah yang dapat mencapainya..." (QS. Al-Hajj [22]: 37)

Makna ayat ini sangat dalam, yakni Allah   tidak melihat bentuk fisik pengorbanan kita, tetapi melihat ketulusan niat dan ketakwaan kita. Maka dengan ketaqwaannya itu Allah   menerimanya dan memberikan balasan kebaikan kepada pelakunya.

Seperti sabda Rasulullah  :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ  (رواه مسلم) 
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak melihat kepada bentuk (rupa) dan harta kalian, tetapi melihat kepada hati dan amal perbuatan kalian”. (HR. Muslim)

Kaum Muslimin Jama’ah Idul Adha rahimakumullah.

Refleksi dari perintah ibadah haji dan perintah ibadah kurban mengajarkan kita akan pentingnya persatuan dan kesatuan kaum muslimin. Ibadah haji menyatukan umat Islam dari seluruh dunia dalam satu tempat, dalam satu tujuan, dengan satu tata cara yang sama. Ini adalah simbol nyata dari kesatuan umat Islam. 

Di dalam Al Qur’an, Allah    menyebutnya dengan “ummatan wahidah”, umat yang satu:
إِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ  (الأَنْبِيَاءُ  [21] : 92)   
“Sesungguhnya umat kamu ini adalah umat yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, oleh sebab itu maka hendaklah kamu menyembah Aku”. (Q.S. Al-Anbiya [21]: 92).

Perintah menjaga persatuan dalam Islam ini Allah   tegaskan dalam firman-Nya:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا... )آلِ عِمْرَانَ  [3]: 103]  
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai-berai" (QS. Ali Imran [3]: 103).

Oleh karena itu, marilah kita semua berupaya untuk menjaga dan memperkuat kesatuan umat Islam dalam wujud Al-Jama’ah. Dengan berjamaah, kita akan menjadi umat yang diberkahi dan mendapatkan rahmat dari Allah  . 
اَلْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَ اْلفُرْقَةُ عَذَابٌ) رواه احمد)
"Jama’ah itu rahmat dan firqoh itu adzab.” (HR. Ahmad)

Begitu juga dengan ibadah kurban, yang mengajarkan kita tentang pengorbanan yang tulus dan kepentingan bersama. Terkait persaudaraan sesama muslim, Allah   berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (الحُجُرَاتُ [49]: 10)  
"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Oleh karena itu, damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat." (QS. Al-Hujurat: 10)

Menguatkan ukhuwah Islamiyah, persaudaraan dalam Islam, adalah tanggung jawab kita semua. Mari kita jadikan Idul Adha ini sebagai momen menguatkan tali persaudaraan dan pembelaan kepada muslimin Palestina yang sampai saat ini masih membutuhkan pertolongan kita.

Allah Ta’ala berfirman: 
 وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰى وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللّٰه اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ (المَائِدَةُ [5]: 2)  
"Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya." (QS. Al Maidah: 2)

Imam Qurthubi dalam kitab Al-Jami’ li Ahkami Al-Qur’an, mengatakan “al-birr” dalam ayat ini mencakup segala perbuatan baik, entah itu yang bersifat wajib seperti shalat dan zakat, maupun yang sunnah seperti bersedekah dan membantu orang lain. Sedangkan “at-taqwa” berarti menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan kata lain, umat Islam harus saling mendorong dalam menjalankan perintah agama dan menghindari hal-hal yang dilarang.

Al-Mawardi menambahkan bahwa Allah mengaitkan kerja sama ini dengan ketakwaan karena dalam ketakwaan terdapat keridhaan Allah, sedangkan dalam kebaikan terdapat keridhaan manusia. Jika seseorang berhasil menggabungkan keduanya, maka ia akan mencapai kebahagiaan dan keberkahan hidup.

Kaum Muslimin Jama’ah Idul Adha rahimakumullah.

Kesalehan sosial yang dilambangkan dengan kurban harus terus kita hidupkan sepanjang tahun. Kita harus peduli terhadap saudara-saudara kita yang membutuhkan: fakir miskin, yatim piatu, para pengungsi, dan umat Islam yang tertindas di berbagai penjuru dunia. Inilah bentuk nyata dari pengamalan nilai kurban dalam kehidupan sehari-hari.

Idul Adha bukan hanya seremonial, tapi momentum untuk memperbaharui keimanan dan memperkuat komitmen kita dalam memperjuangkan keadilan sosial dan kemanusiaan.

Semoga Allah menerima amal ibadah kita, menerima kurban kita, dan menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang bertakwa dan peduli sesama.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ
Kaum Muslimin Jama’ah Idul Adha rahimakumullah.

Mengakhiri khutbah ini, marilah kita berdoa, dengan meluruskan niat, membersihkan hati dan menjernihkan pikiran. Semoga Allah memperkenankan doa hamba-hamba-Nya yang ikhlas.

DOA AKHIR KHUTBAH

اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. حَمْدًا يُوَافِىْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ. يَارَبَّنَالَكَ الْحَمْدُ وَلَك الشُّكْرُ كَمَا يَنْبَغِىْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ
اللّهُم اغْفِرْلِلْمُؤْمِنِيْن وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنَهُمْ وَأَلِّف بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَاجْعَل فِي قُلُوْبِهِم الإِيْمَان وَالْحِكْمَةَ وَثَبِّتْهُم عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوْفُوْابِعَهْدِكَ الَّذِي عَاهَدْتَهُمْ عَلَيْهِ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ إِلهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَامِنْهُمْ
Ya Allah, ampunilah kami, mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat, perbaikilah di antara kami, lembutkanlah hati kami dan penuhilah hati kami keimanan dan hikmah, kokohkanlah kami  atas agama Rasul-Mu SAW, mudahkanlah kami agar mampu menunaikan janji kami kepadaMu.

اللّهمّ حَبِّبْ إلَيْنَاالإيمَان وَزَيِّنْه فِي قُلُوْبِنَاوَكَرِّهْ إلَيْنَاالْكُفْرَوَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ وَاجْعَلْنَامِنَ الرَّاشِدِيْنَ
Ya Allah, jadikanlah kami mencintai keimanan dan hiasilah keimanan tersebut dalam hati kami. Dan jadikanlah kami membenci kekufuruan, kefasikan dan kemaksiatan dan jadikanlah kami termasuk orang yang mendapat petunjuk.

اَللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا ، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ، وَبَارِكْ لَنَا فِيْ أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوْبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.
Ya Allah, persatukanlah hati-hati kami dan perbaikilah keadaan kami dan tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan, dan bebaskanlah kami dari kejahatan yang tampak maupun tersembunyi, dan berkatilah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami, hati-hati kami, istri-istri serta anak-anak kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ الْمُجَاهِدِيْنَ فِي فِلِسْطِيْنَ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تُحَرِّرَ الْمَسْجِدَ الأَقْصَى وَأَرْضَ فِلِسْطِيْنَ وَإِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ الْمُجَاهِدِيْنَ فِي سَائِرِ بِلاَدِ الإِسْلاَمِ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. 
Ya Allah, Tolonglah saudara-saudara kami kaum muslimin para mujahidin Palestina. Ya Allah bebaskan Masjid Aqsha dan tanah Palestina dan saudara-saudara kami kaum muslimin para mujahidin negeri-negeri kaum muslimin yang lain, wahai Penguasa alam semesta.

اللّهمّ أَعِزَّالإسْلاَم وَالمسلمين وَأَذِلّ الشِّرْكَ والمشركين وَدَمِّرْأعْدَاءَالدِّين وَاجْعَلْ دَائِرَةَالسَّوْءِعَلَيْهِم ياربَّالعالمين
Ya Allah, muliakanlah Islam dan umat Islam, hinakanlah syirik dan orang-orang musyrik, hancurkanlah musuh agama, jadikan keburukan melingkari mereka, wahai Rabb alam semesta. 

اللهم عذّ بِ الكَفَرَةَالذ ين يَصُدُّوْنَ عَن سَبِيْلِكَ ويُكَذِّبُوْن رُسُلَكَ ويُقاتِلُونَ أوْلِيَاءَكَّ
Ya Allah siksalah orang kafir yang menghalangi jalan-Mu, dan mendustai Rasul-rasul-Mu, membunuh kekasih-kekasih-Mu.

اللهم فَرِّقْ جَمْعَهُم وَشَتِّت شَمْلَهُمْ وَخُذْهُم أَخْذَعَزِيْزٍمُقْتَدِرٍإنَّكَ رَبُّنَاعَلَى كل شَيْئ قَدِيْرٍيَارَبَّ العالمين
Ya Allah, cerai beraikan persatuan dan kekuatan mereka, siksalah mereka, sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu, wahai Rabb alam semesta.

اَللَّهُمَّ اغْفِرلَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمْ كَمَا رَبَيَانَاصِغَارًا، وَلِجَمِيعِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ،
Ya Allah, ampunkanlah bagi kami dosa-dosa kami, dan dosa kedua ibu bapa kami, dan berilah rahmat kepada mereka sebagaimana mereka telah memelihara kami di masa kecil kami dahulu. Dan ampunilah dosa-dosa seluruh kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminan, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةَ وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةَ وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ،
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزِّةِ عَمَّا يَصِفُونَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Ya Allah, ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia (kebaikan ilmu dan ibadah), dan kebaikan di akhirat (surga), dan peliharalah kami dari siksa api neraka. Dan sejahterakanlah ke atas Nabi Muhammad, keluarganya, dan sahabat-sahabatnya semua-nya. Maha Suci Tuhanmu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan, dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul, dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam.

Aamiin Ya Robbal ‘alamiin.


Teks Khutbah dibuat oleh: MAJELIS DAKWAH PUSAT JAMA’AH MUSLIMIN (HIZBULLAH)
10 Dzulhijjah 1446 / 6 Juni 2025
Lebih baru Lebih lama